Modusinvestigasi.Online, Bandung – Polda Jabar berhasil membongkar mega kasus kartu prakerja fiktif dalam rentan waktu 29 November – 1 Desember 2021.
Penangkapan itu terjadi di dua tempat, yakni di Hotel Geary Jalan Kebon Kawung No. 12 Kota Bandung, dan di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi A. Chaniago mengatakan, pihaknya meringkus lima tersangka yang memiliki peran masing-masing dalam mega kasus ini. Kelima tersangka tersebut antara lain, BY, AP, RY, AW, WG.
“Seluruh tersangka mendapatkan keuntungan sebesar Rp2.500.000.000 sampai dengan Rp15.300.000.000,” papar Erdi di Mapolda Jabar.
Kronologi Singkat Pembuatan kartu prakerja fiktif
Ditreskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Arif Rachman mengungkapkan, mega kasus ini bermula saat dia beserta jajarannya melakukan patroli cyber.
Kala itu, pihaknya mendapati adanya dugaan pemalsuan kartu prakerja. Dengan gerak cepat, pihaknya langsung melakukan mapping atas dugaan tersebut dan menemukan empat tersangka melakukan kegiatan digital bahkan mencetak kartu prakerja serta terdapat transaksi.
“Setelah kami selidiki lebih dalam, pelaku utamanya tidak di situ (di Bandung), di luar pulau. Dan dalam waktu tiga hari, kami berhasil mengamankan BY (di Samarinda) sebagai pelaku ilegal akses,” kata Arif.
BY merupakan seorang lulusan SMK Teknologi di Samarinda, Kalimantan Utara.
Aksi ini berawal ketika BY dan empat tersangka lainnya membuat grup bernama Toketer pada 2019. Awalnya, mereka mencoba daftar dengan akun sendiri ke laman prakerja.go.id gelombang pertama, serta mengikuti seluruh tahapan hingga selesai. Mereka mendapat insentif sebanyak Rp2.550.000.
Dirasa menguntungkan, kemudian mereka mencoba melakukan perbuatan ilegal akses database Kependudukan yang digunakan untuk membuat kartu prakerja.
Arif Rachman melanjutkan, BY selaku pelaku utama berhasil masuk dan meretas data BPJS Ketenagakerjaan. Hasilnya, sebanyak 12.401.328 data disertai NIK dan foto sebanyak 322.350 berhasil dicuri. Seluruh data tersebut disimpan pada penyedia VPS di Amerika Serikat.
Dari peretasan itu, BY berhasil memverifikasi sistem dan mendapat data valid sebanyak 50 ribu. Dan 10.000 akun di antaranya diperoleh dari verifikasi kata kunci sekali pakai (OTP) dari sistem.
BY kemudian membuat script untuk membuat KTP Palsu dan membuat email palsu secara masif yang langsung mendaftarkan otomatis di dashboard prakerja.go.id sebanyak 10.000 akun dengan hanya melakukan pendaftaran sebanyak tiga kali saja.
Data-data yang terverifikasi tersebut lantas didaftarkan oleh para pelaku pada program prakerja dari Pemerintah.
Akun yang berhasil dibuat itu meski lolos dalam sistem, tapi sebenarnya adalah NIK palsu.
BY, lanjut Erdi, mengirimkan data NIK, foto, KTP palsu dan email yang sudah terdaftar sebagai akun prakerja fiktif, kepada AP melalui aplikasi Telegram.
AP langsung memasukkan nomor ponsel yang sebelumnya sudah diaktivasi dengan provider menggunakan data NIK orang lain, dan dikirimkan ke akun Prakerja fiktif yang sudah dibuat oleh BY.
Setelah dinyatakan lolos, lalu AP, RW, AW dan WG membeli pelatihan di Tokopedia dengan saldo yang sudah dikirimkan ke dashboard prakerja. Saldo tersebut sebesar Rp1.000.000, kemudian mengikuti ujian untuk mendapatkan sertifikat lulus pelatihan.
BY juga membuat script untuk mempercepat proses pelatihan tanpa harus mengikuti pelatihan secara utuh.
“BY belajar (meretas) secara otodidak,” kata Arif.
Tersangka Mempelajari Teknik Pembuatan NIK KTP
Di tempat yang sama, Direktur Cyber Dukcapil, Erikson P. Manihuruk menjelaskan, ketika pihaknya ikut mendalami mega kasus ini, dia menemukan bahwa tersangka (BY) mempelajari teknik pembuatan NIK.
Kemudian, lanjut Erikson, tersangka juga mempunyai target tanggal lahir berapa saja yang akan ditampilkan di dalam script buatannya.
“Terus nomor urut belakangnya ini dicoba 00001-00005. Begitu dapat angka itu, dia coba mengakses ke data BPJS tenaga kerja,” papar Erikson.
Setelah portal mengeluarkan data yang dianggap valid, maka tersangka menggunakan data tersebut untuk daftar membuat kartu prakerja.
“Makanya tadi sekitar ada 300 data valid dan 12 juta yang diambil secara random, ini dari BPJS tenaga kerja. NIK ini digunakan untuk kartu prakerja,” katanya.
Tak hanya itu, Erikson juga menemukan, data tersebut ada di dalam KTP tetapi hanya berbentuk file-nya saja, bukan murni bentuk fisik KTP.
Sebab, KTP tersebut hanya tersedia blankonya saja sehingga seolah-olah KTP terpindai atau hasil scan.
“Padahal hanya membuat dari Photoshop dari data yang diambil tadi”, pungkasnya.
Atas kejahatan pembuatan kartu prakerja fiktif ini, para pelaku dikenakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan terhadap UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 51 dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(Humas Polda Jabar)