Modusinvestigasi.Online, Mahkamah Agung baru saja mengeluarkan putusan kasasi yang membebaskan PT Kumai Sentosa dari kewajiban membayar ganti rugi Rp 935 miliar atas kebakaran lahan seluas 2.600 hektar. Putusan tersebut menguatkan apa yang diputuskan sebelumnya oleh Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, yang menyebut bahwa PT KS bebas dari tuduhan untuk bertanggung jawab atas kebakaran hutan pada 2019 lalu.
Putusan MA tersebut dikritik oleh berbagai pihak, mengingat pertimbangan hakim adalah karena PT KS telah memasang plang ‘dilarang membakar hutan’. Dikhawatirkan, hal itu akan menjadi preseden buruk karena beberapa perusahaan yang dituntut bertanggung jawab atas kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera antara tahun 2015 – 2019, saat ini sedang dalam proses persidangan.
Selain itu, angin segar bagi perusahaan pembakar hutan juga akan semakin menunda-nunda proses eksekusi denda yang sudah dimenangkan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang diputus bersalah atas kebakaran hutan. Wahana Lingkungan Hdup (Walhi) menyebut bahwa pemerintah telah memenangkan denda Rp 18 triliun yang harus dibayarkan oleh beberapa perushaan, namun tidak kunjung dieksekusi.
Data dari Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa tidak kurang dari 50 perusahaan telah digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kasus kebakaran hutan dari tahun 2015 hingga Juni 2020, dengan 11 putusan yang sudah final dan mengikat.
Namun, menurut sebuah siaran pers yang diterbitkan kementerian di tanggal 7 Agustus 2020, hanya ada 19 perusahaan yang telah digugat oleh kementerian. Sembilan di antaranya sudah berkekuatan hukum tetap dan diputus bersalah. Kesembilan perusahaan yang diputuskan bersalah di periode 2015-2019 ini diperintahkan untuk membayar denda sebesar 3,15 triliun rupiah.
Dari 9 perusahaan tersebut, KLHK menyebut bahwa hanya 1 perusahaan yang sudah membayar denda, yakni PT Bumi Mekar Hijau. Tagihan atas denda terhadap perusahaan-perusahaan lainnya tidak jelas progresnya hingga saat ini.
Greenpeace sebagai NGO yang mengawasi lingkungan hidup mengakui penegakan hukum terkait perusakan dan pembakaran hutan di Indonesia masih belum maksimal dan terkesan setengah hati. (Vhe)