
Modusinvestigasi.Online, Kab. Bandung -Becek menjadi sambutan pertama bagi siapa pun yang memasuki area SDN 7 Deyeuhkolot ketika musim hujan.
Akibat sering terkena banjir, membuat endapan lumpur terus menggunung dan menyebabkan becek ketika tersiram air hujan.
Sekolah yang terletak di Kampung Bolero, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, tersebut senantiasa akan menjadi yang pertama terendam air apabila banjir datang.
Lokasinya hanya sekitar 50 meter dari Sungai Citarum yang selalu meluap saat hujan besar turun dalam durasi cukup lama.
“Baru kemarin membersihkan lumpur. Untung sekarang tidak hujan,” ujar Gartina Rismayani, salah seorang guru di SDN 7 Deyuhkolot, Jumat 5 November 2021.
Beberapa hari sebelumnya, SDN 7 Dayeuhkolot terendam banjir. Aktivitas belajar pun diliburkan sejak senin 1 November 2021.
Padahal, setiap Senin-Rabu menjadi jadwal Pembelajaran Tatap muka dalam masa pandemi covid-19. Sementara dari Kamis sampai sabtu dijadwalkan pembelajaran daring.
Tidak banyak guru yang berada di sekolah pada Jumat, 5 November 2021. Sambil membersihkan ruang  guru, para tanaga pendidik melakukan pembelajaran daring di sekolah.
Pemandangan di ruang guru, cukup berbeda dengan ruang serupa dengan sekolah lain. Sejumlah lemari disusun di atas bangku. Beberapa lemari disangga oleh besi dengan ketinggian sekitar 1 meter.
Bangku dan besi penyangga menjadi salah satu upaya untuk mencegah arsip sekolah terendam oleh air ketika banjir menggenang. Walaupun usaha tersebut terkadang sia-sia, apabila banjir sedang besar.
SDN 7 Deyeuhkolot memang berada di lahan yang lebih tinggi dibanding dengan bangunan rumah di sekitarnya. Pada 2019 lalu, dilakukan renovasi dengan cara melakukan pengurugan untuk menyelamatkan aset dari rendaman air.
Lanataran posisi yang berada di dekat sungai, usaha tersebut terkadang tidak berpengaruh besar. Air terkadang menggenang sampai di atap bangunan.
“Buku modul, bahkan buku induk sering terendam. Sebelum posisinya ditinggikan, lebih parah,” ujar guru yang baru saja lolos menjadi PPPK tersebut.
Tidak jarang, pihak sekolah harus mengganti buku induk karena terendam banjir. Memang setiap terendam, sejumlah arsip penting selalu dijemur
Namun, karena sering terendam, catatan dalam buku induk menjadi pudar, atau tiap halamannya lengket.
“Buku induk yang lama memang masih ada, tapi sudah tidak bisa dibuka karena lengket. Jadinya terpaksa diganti dan dicatat ulang,” ucapnya.
Membeli peralatan elektronik pun sering dilakukan, karena sound, komputer, atau alat elektronik lainnya. kerap tidak sempat dievakuasi dan dipastikan akan rusak kalau banjir menggenang.
Melayani alumni yang membutuhkan legalisir atau mengganti ijazah juga menjadi salah hal yang lumrah dikerjakan.
Sebagian besar siswa SDN 7 Dayeuhkolot memang merupakan warga sekitar yang juga menjadi korban banjir, tidak jarang dokumen penting seperti ijazah juga rusak karena terendam air.
Benda-benda ini sering terendam banjir, sehingga membuat sarana dan prasarana sekolah mengalami kerusakan.
Apalagi kursi dan bangku dari kayu, lebih cepat rusak kalau sering terendam air. Untuk menggantinya juga membutuhkan waktu lama, karena harus mengajukan dulu kepada Dinas Pendidikan.
“Bangku dari kayu juga lama keringnya. Terus menimbulkan bau,” kata Wati Rohmawati Ningsih, guru lainnya menambahkan.
Alhasil, di ruang kelas, kondisi SDN 7 Dayeuhkolot juga berbeda dengan sekolah pada umumnya. Sebagian besar bangku bukan berbahan kayu, melainkan kursi dan meja dari plastik.
Mengganti kursi kayu dengan plastik menjadi pilihan. Perlengkapan dari plastik tersebut dinilai lebih praktis bagi SDN 7 Dayeuhkolot. Selain lebih tahan dari air, juga bisa langsung digunakan setelah sekolah terendam banjir.
Biasanya, setelah banjir, siswa dan guru akan langsung bergotongroyong membersihkan sekolah supaya bisa menggelar pembelajaran di kelas. (A.Rustandi)